Tata
cara menyembelih hewan ada 2:
Nahr [arab: نحر], menyembelih hewan dengan melukai bagian tempat
kalung (pangkal leher). Ini adalah cara menyembelih hewan unta.
Allah berfirman,
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم مِّن
شَعَائِرِ الله لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ الله عَلَيْهَا صَوَافَّ
فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا
Telah Kami jadikan untuk kamu
unta-unta itu bagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak
padanya, maka sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan
berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka
makanlah… (QS. Al Haj: 36)
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma
menjelaskan ayat di atas, (Untanya) berdiri dengan tiga kaki, sedangkan satu
kaki kiri depan diikat. (Tafsir Ibn Katsir untuk ayat ini)
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu
‘anhuma, beliau mengatakan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan para sahabat menyembelih unta dengan posisi kaki kiri depan diikat dan
berdiri dengan tiga kaki sisanya. (HR. Abu daud dan disahihkan Al-Albani).
Dzabh [arab: ذبح], menyembelih hewan dengan melukai bagian leher
paling atas (ujung leher). Ini cara menyembelih umumnya binatang, seperti
kambing, ayam, dst.
Pada bagian ini kita akan membahas
tata cara Dzabh, karena Dzabh inilah menyembelih yang dipraktikkan di tempat
kita -bukan nahr-.
Beberapa
adab
yang perlu diperhatikan:
1.
Hendaknya yang menyembelih adalah shohibul kurban sendiri, jika dia
mampu. Jika tidak maka bisa diwakilkan orang lain, dan shohibul kurban
disyariatkan untuk ikut menyaksikan.
2.
Gunakan pisau yang setajam mungkin. Semakin tajam, semakin baik. Ini
berdasarkan hadis dari Syaddad bin Aus radhiallahu ‘anhu, bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ
عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا
ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْح وَ ليُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ
ذَبِيحَتَهُ
“Sesungguhnya Allah mewajibkan
berbuat ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh maka bunuhlah dengan
ihsan, jika kalian menyembelih, sembelihlah dengan ihsan. Hendaknya kalian
mempertajam pisaunya dan menyenangkan sembelihannya.” (HR. Muslim).
3.
Tidak mengasah pisau dihadapan hewan yang akan disembelih. Karena ini akan
menyebabkan dia ketakutan sebelum disembelih. Berdasarkan hadis dari Ibnu Umar radhiallahu
‘anhuma,
أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَدِّ الشِّفَارِ ، وَأَنْ تُوَارَى عَنِ
الْبَهَائِمِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam memerintahkan untuk mengasah pisau, tanpa memperlihatkannya
kepada hewan.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah ).
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah melewati seseorang yang meletakkan kakinya di
leher kambing, kemudian dia menajamkan pisaunya, sementar binatang itu
melihatnya. Lalu beliau bersabda (artinya): “Mengapa engkau tidak menajamkannya
sebelum ini ?! Apakah engkau ingin mematikannya sebanyak dua kali?!.” (HR.
Ath-Thabrani dengan sanad sahih).
4.
Menghadapkan hewan ke arah kiblat.
Disebutkan dalam Mausu’ah Fiqhiyah:
Hewan yang hendak disembelih dihadapkan ke kiblat pada posisi tempat organ yang
akan disembelih (lehernya) bukan wajahnya. Karena itulah arah untuk mendekatkan
diri kepada Allah. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21:196).
Dengan demikian, cara yang tepat untuk menghadapkan hewan ke arah kiblat ketika
menyembelih adalah dengan memosisikan kepala di Selatan, kaki di Barat, dan
leher menghadap ke Barat.
5. Membaringkan hewan di atas lambung sebelah kiri.
Imam An-Nawawi mengatakan,
Terdapat beberapa hadis tentang membaringkan hewan (tidak disembelih dengan
berdiri, pen.) dan kaum muslimin juga sepakat dengan hal ini. Para ulama
sepakat, bahwa cara membaringkan hewan yang benar adalah ke arah kiri. Karena ini
akan memudahkan penyembelih untuk memotong hewan dengan tangan kanan dan
memegangi leher dengan tangan kiri. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah,
21:197).
Penjelasan yang sama juga
disampaikan Syekh Ibnu Utsaimin. Beliau mengatakan, “Hewan yang hendak disembelih
dibaringkan ke sebelah kiri, sehingga memudahkan bagi orang yang menyembelih.
Karena penyembelih akan memotong hewan dengan tangan kanan, sehingga hewannya
dibaringkan di lambung sebelah kiri. (Syarhul Mumthi’, 7:442).
6.
Menginjakkan kaki di leher hewan. Sebagaimana disebutkan dalam hadis dari Anas
bin Malik radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
ضحى رسول الله صلّى الله عليه وسلّم
بكبشين أملحين، فرأيته واضعاً قدمه على صفاحهما يسمي ويكبر
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkurban dengan dua ekor domba. Aku lihat beliau meletakkan
meletakkan kaki beliau di leher hewan tersebut, kemudian membaca basmalah ….
(HR. Bukhari dan Muslim).
7.
Bacaan ketika hendak menyembelih.
Beberapa saat sebelum menyembelih, harus membaca basmalah. Ini hukumnya
wajib, menurut pendapat yang kuat. Allah berfirman,
وَ لاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ
يُذْكَرِ اسْمُ الله عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ..
Janganlah kamu memakan
binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.
Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. (QS. Al-An’am: 121).
8.
Dianjurkan untuk membaca takbir (Allahu akbar) setelah membaca basmalah
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah menyembelih dua ekor domba bertanduk,…beliau sembelih
dengan tangannya, dan baca basmalah serta bertakbir…. (HR. Al Bukhari dan
Muslim).
9.
Pada saat menyembelih dianjurkan menyebut nama orang yang jadi tujuan
dikurbankannya herwan tersebut.
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, bahwa suatu ketika
didatangkan seekor domba. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyembelih dengan tangan beliau. Ketika menyembelih beliau mengucapkan,
‘bismillah wallaahu akbar, ini kurban atas namaku dan atas nama orang yang
tidak berkurban dari umatku.’” (HR. Abu Daud, At-Turmudzi dan disahihkan
Al-Albani).
Setelah membaca bismillah Allahu akbar, dibolehkan juga apabila disertai dengan
bacaan berikut:
hadza minka wa laka.” (HR. Abu Dawud, no. 2795) Atau
hadza minka wa laka ’anni atau ’an fulan (disebutkan nama shohibul
kurban). Jika yang menyembelih bukan shohibul kurban atau
Berdoa agar Allah menerima kurbannya dengan doa, ”Allahumma taqabbal minni
atau min fulan (disebutkan nama shohibul kurban).” [1]
Catatan: Bacaan takbir dan menyebut
nama sohibul kurban hukumnya sunnah, tidak wajib. Sehingga kurban tetap sah
meskipun ketika menyembelih tidak membaca takbir dan menyebut nama sohibul
kurban.
10. Disembelih dengan cepat untuk meringankan apa yang dialami
hewan kurban.
Sebagaimana hadis dari Syaddad bin Aus di atas.
11. Pastikan bahwa bagian tenggorokan, kerongkongan, dua urat
leher (kanan-kiri) telah pasti terpotong.
Syekh Abdul Aziz bin Baz menyebutkan bahwa penyembelihan yang sesuai syariat
itu ada tiga keadaan (dinukil dari Salatul Idain karya Syekh Sa’id
Al-Qohthoni):
- Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan dua urat
leher. Ini adalah keadaan yang terbaik. Jika terputus empat hal ini maka
sembelihannya halal menurut semua ulama.
- Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan salah satu
urat leher. Sembelihannya benar, halal, dan boleh dimakan, meskipun
keadaan ini derajatnya di bawah kondisi yang pertama.
- Terputusnya tenggorokan dan kerongkongan saja, tanpa
dua urat leher. Status sembelihannya sah dan halal, menurut sebagian
ulama, dan merupakan pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini. Dalilnya
adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ما أنهر الدم وذكر اسم الله عليه فكل،
ليس السن والظفر
“Selama mengalirkan darah dan telah
disebut nama Allah maka makanlah. Asal tidak menggunakan gigi dan kuku.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
12. Sebagian ulama menganjurkan agar membiarkan kaki kanan
bergerak, sehingga hewan lebih cepat meregang nyawa.
Imam An-Nawawi mengatakan, “Dianjurkan untuk membaringkan sapi dan kambing ke
arah kiri. Demikian keterangan dari Al-Baghawi dan ulama Madzhab Syafi’i.
Mereka mengatakan, “Kaki kanannya dibiarkan…(Al-Majmu’ Syarh Muhadzab,
8:408)
13. Tidak boleh mematahkan leher sebelum hewan benar-benar
mati.
Para ulama menegaskan, perbuatan semacam ini hukumnya dibenci. Karena akan
semakin menambah rasa sakit hewan kurban. Demikian pula menguliti binatang,
memasukkannya ke dalam air panas dan semacamnya. Semua ini tidak boleh
dilakukan kecuali setelah dipastikan hewan itu benar-benar telah mati.
Dinyatakan dalam Fatawa Syabakah
Islamiyah, “Para ulama menegaskan makruhnya memutus kepala ketika
menyembalih dengan sengaja. Khalil bin Ishaq dalam Mukhtashar-nya untuk
Fiqih Maliki, ketika menyebutkan hal-hal yang dimakruhkan pada saat
menyembelih, beliau mengatakan,
وتعمد إبانة رأس
“Diantara yang makruh adalah secara
sengaja memutus kepala” (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 93893).
Pendapat yang kuat bahwa hewan yang putus kepalanya ketika disembelih hukumnya
halal.
Imam Al-Mawardi –salah satu ulama Madzhab Syafi’i– mengatakan, “Diriwayatkan
dari Imran bin Husain radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau ditanya tentang
menyembelih burung sampai putus lehernya? Sahabat Imran menjawab, ‘boleh
dimakan.”
Imam Syafi’i mengatakan,
فإذا ذبحها فقطع رأسها فهي ذكية
“Jika ada orang menyembelih,
kemudian memutus kepalanya maka statusnya sembelihannya yang sah” (Al-Hawi
Al-Kabir, 15:224).